Minggu, 13 September 2009

Maen ke Kubah Lava Kelut (http//penceclub.blogspot.com)



GUNUNG KELUT - KUBAH LAVA GUNUNG KELUT

Lelah dalam perjalanan solo-malang-bromo selama 2 hari nampaknya belum membuat kami capek dalam berpetualang, kami berdua (sushi motto dan ajis alias simbah), setelah menikmati panorama komplek gunung bromo dari gunung pananjakan pada tanggal 18 agustus 2009, langsung mencari target obyek gunung yang lain. Pilihan kami jatuh pada gunung kelut, gunung yang terletak di antara perbatasan kabupaten Kediri, Blitar dan Malang. Jam 8 pagi kami berdua dengan mengendarai sepeda motor, langsung menggeber kendaraan kami melewati jalur Tosari-Pasuruan-Gempol-Mojokerto-Jombang-Pare-Wates-Gunung Kelut. Gunung Kelut ini dapat di akses melalui desa Sugih Waras, Kec. Ngancar, Kab. Kediri.
Setelah melepaskan dahaga dengan segelas es kelapa muda di pinggiran jalan kota Pare, Kab. Kediri, perjalanan kami lanjutkan menuju Ngancar. Letih, ngantuk dan pegal-pegal menghampiri kami bedua, tetapi rasa ini kami kesampingkan, hingga motor kami kendalikan berjalan 40 km/jam saja untuk menjaga keselamatan. Mata kami berdua merona merah, itu wajar karena semalaman begadang di Cemoro lawang, Kab Probolinggo yang tentunya menguras stamina kami.
Perjalanan kami agak tersendat, karena sebelum berangkat dari Solo, kami tidak melihat dulu daerah ini di peta, sehingga harus bolak balik turun dari motor untuk bertanya. Sesampai di Ngancar kendaraan kami arahkan ke plang penunjuk arah gunung Kelut, kami melewati perkampungan warga dan lama kelamaan berganti dengan pemandangan kanan kiri berupa perkebunan nanas yang kadang diselingi gugusan tanaman sengon dinding. Setelah beberapa lama kami melewati pos retribusi memasuki kawasan gunung Kelut, kami langsung saja menuju puncak tanpa memperhatikan indikator bensin. Jalanan aspal mulus dan mulai menanjak kami lalui dan setelah kami jauh berjalan barulah tersadar kalau bensin mulai habis, padahal sudah tidak akan menemukan lagi orang jualan bensin, karena kami telah melewati hutan. Keraguan kami semakin memuncak seiring dengan terjalnya jurang yang kami capai, kami takut kehabisan bensin. Kami taksir jumlah bensin yang ada tidak akan sampai di obyek, dengan segala keraguan kami akhirnya kami menemui penjual makanan yang hampir mengemasi dagangannya karena hari telah sore. Kami pun berhenti untuk bertanya apakah berjualan bensin, sebenarnya ibu warung itu jualan bensin namun sayang stoknya telah habis, tetapi alhamdulilah karena ibu tadi mau menjual bensin yang ada di tangki motornya dengan jalan menyelang dan mengambil sebagian. Alhamdulilah,,,perjalanan pun lanjut….

GUNUNG SEGERA DITUTUP
Sehabis mendapatkan bensin kami menuju kawasan puncak, kami berhenti di pos terakhir tempat penitipan motor, tas kami yang lumayan berat kami lepaskan begitu saja, badan terasa capek minta ampun. Seorang pria berjaket hitam dan berkumis tebal menghampiri kami, pria itu memberi tahu kami bahwa kawasan akan ditutup setengah lima sore, itu berarti kami hanya memiliki waktu 5 menit untuk melihat dan menikmati obyek . " mana mungkin enjoy " celetuk simbah. Padahal jalan kaki menuju obyek memerlukan 8 menit. Tetapi karena kami merupakan pengunjung terakhir dan jauh-jauh dari Solo akhirnya pak Tomo, nama penjaga tersebut, memberi regulasi khusus untuk kami, kami boleh memasuki area dengan naek motor, ini mengacu pada harapan pak Tomo yang segera menutup kawasan puncak kelut dan bergegas pulang dinas.
Sasaran pertama adalah menuju kubah lava yang beberapa waktu yang lalu sempat diperkirakan akan meledak, tetapi tidak jadi. Tidak lama disana kami memutuskan untuk segera kembali, ini berdasarkan pertimbangan, tidak akan nyaman dan nikmat jika kami di deadline. Sehingga kami akan memutuskan untuk menginap dan kembali esok paginya.

MANIKMATI SUNSET DI KAWASAN PUNCAK
1,5 km adalah jarak yang di izinkan untuk kami capai, disitu pula terdapat pagar kawat berduri sebagai pembatas, mengingat kubah lava masih berpotensi meningkat aktivitasnya, kami memilih berhenti di gazebo, mengeluarkan semua isi tas kami, terlihat di jalan pak Tomo melintas turun gunung, sehingga hanya menyisakan saya dan simbah yang menghuni puncak gunung Kelut. Hari mulai remang-remang, sinar matahari dengan samar menembus tebalnya kabut. Bersamaan angin, kabut sore beriring menuruni lereng-lereng bukit. Hawa dingin mulai mengintai kami berdua. Waktu ini kami gunakan untuk membikin kopi dan mie instant, sambil berfoto-foto dan bercengkerama membuat rekaman video yang bervariasi, misalnya mengibarkan bendera dengan menaiki atap gazebo
(ha,,ha,,mumpung ga ada yang liat) membuat rekaman salam yang di tujukan khusus bagi teman-teman cewek kami. Memang suasana seperti ini yang sering membuat kita sering bermain kegunung, suasana sepi dan dingin membuat nilai kenikmatan kopi bertambah dan jauh dari keributan kota yang sesak. Sunset tak terlihat. Karena sebelum tenggelam, matahari telah kalah bertarung dengan tebalnya kabut.

TAKUT
Mie instant telah habis kami makan, tinggal menyisakan segelas sereal untuk mengganjal rasa lapar kami. Matahari telah benar-benar menyimpan sinarnya untuk tidak di bagikan bagi kehidupan bumi, ya gelap telah menyelimuti puncak gunung Kelut. Ini berarti kami harus memikirkan dimana kami akan menginap untuk tidur. Sebenarnya kami ingin tidur di kawasan puncak, tetapi sore tadi pak Tomo yang menjaga pos gunung ini mengatakan bahwa, di hutan Kelut ini masih banyak hewan-hewan buasnya, selain itu pak Tomo juga menyebutkan bahwa hewan yang masih sering berkeliaran adalah, babi hutan, anjing hutan dan yang terakhir adalah harimau. Sontak apabila kami mengingat nama harimau, nyali kami untuk menginap di hutan puncak Kelut semakin menciut alias minder. Sejenak kami masih ingin bertahan untuk menginap di kawasan puncak, sambil memikirkan bagaimana strategi agar terhindar dari kemungkinan serangan harimau. Simbah pun mempunyai gagasan untuk naek keatap gazebo setinggi 3,5 meter dan berencana tidur di atap yang terbuat dari papan beton. Tapi saya pikir ini akan sulit, karena dengan tidur di atap kami tak akan mempunyai pelindung dari terpaan angin yang semakin malam semakin dingin. Suasana bener-bener gelap (sekitar jam 6.47), akhirnya kami memutuskan untuk turun gunung meskipun belum tau kemana kami nanti akan tidur. Barang-barang kami kemas dalam tas, tak lupa untuk membakar sampah yang kami timbulkan tadi. Setelah itu kami akan menaiki motor, yahh,,,,ada aja…..! kunci motor tidak ditemukan, padahal suasana gelap, kantong saku dan tas kami acak-acak kembali, tetapi kunci motor belum juga ketemu, kami sanagat khawatir. Kami berdua di bantu lampu senter mencari kesana kemari, dan tidak menemukan apapun kecuali batrei yang tercecer di jalanan. Rupanya tas pinggang simbah tempat menyimpan kunci dan batrei terbuka resletingnya, dan kami mensinyalir hal ini yang menyebabkan kunci motor kami hilang, suasana semakin panik karena seandainya kunci ini jatuh ketika kami berfoto-foto di sekitar jurang maka akan sulit ditemukan. Akhirnya saya berinisiatif untuk menggledah ulang pakaian yang dikenakan simbah…lhah…………alhamdulilah ternyata kunci motor yang di beri gantungan bertuliskan “universitas sebelas maret” itu di kalungkan di leher simbah, sontak kita berdua tertawa,,,,,,hoalah mbah2….wis tuo gampang pikun……

UKA-UKA
Setelah kami turun melewati hutan gunung, akhirnya sampai di tempat pos penarikan tiket masuk kawasan gunung kelut. Kami berhenti melihat-lihat di tempat itu siapa tahu ada tempat untuk tidur. Simbah pun berkeliling dan menemukan gedung kosong nan kotor, simbah mengajak untuk tidur disitu, akupun menjawab “ah…gah, biasanya tempat seperti itu makluk semacam jin seneng berkumpul”, kataku. Trus simbah kembali ke motor yang saya tunggangi. kami melihat pinggiran jalan yang agak landai dan berumput halus, ah,,, gimana klo tidur di pinggir jalan ini kataku, tp akhirnya akupun juga tidak mau, karena akan malu kalo ada orang lewat.
Gonggongan anjing terdengar, dan terlihat lampu yang berasal dari sepeda motor, kami pun mencoba mendekatinya, ternyata disitu tempat pos jaga satpam yang mengawasi kawasan masuk gunung kelut. Motor kami parkir di depan pos satpam, dan saya berbisik pada simbah “mbah bagian kamu untuk mengeluarkan ilmu interaki sosial” dan simbah pun masuk ke pos satpam dan bersalaman dengan orang-orang yang ada di situ. Simbah pun mengutarakan maksudnya ke satpam yang jaga disitu, sedikit lama mereka berpikir, akhirnya kami di beri alternative penginapan terdekat. Tak jauh dari pos satpam terdapat sebuah bangunan bekas,
kami di sarankan untuk tidur di situ.
Di pos satpam tersebut kami ditawari ubi rebus maupun dapur apabila kami mau membikin kopi, dan kami akhirnya menolak karena capek. Di pos satpam tersebut ada seseorang petugas perhutani yang mempunyai wilayah kerja di situ, sedangkan rumahnya di Kediri, sehingga setiap malam bapak itu nongkrongnya bareng-bareng sama satpam tadi. Selain itu yang mengurus kami pun (baek yang mengajak ngobrol maupun menunjukkan tempat-tempat penting seperti kamar mandi, dapur dan gedung penginapan) adalah bapak ini . Memang Bapak perhutani ini orangnya lebih luwes dan tentunya lebih luas pengetahuannya dari pak satpam. Sebelum kami beranjak untuk tidur, kami berbincang-bincang dengan bapaknya tadi dan menanyakan asal kami, saat saya mengatakan kalua rumah saya terletak di lereng timur gunung Lawu yang berada di kecamatan Jogorogo, Kab. Ngawi, bapak itu nyeletuk, eh mas saya juga sudah pernah maen ke jogorogo lho,,,kan saudara saya nikah dapet orang perhutani Jogorogo, akhirnya pun kami semakin akrab…
Malam menunjukkan jam 8.00, kami berpamit untuk tidur, dan bapak itu memberi kami sebuah lampu minyak tanah sebagai penerang ruang kami. Setelah sampai di gedung, ternyata tempat itu adalah bekas gedung sekolah dasar yang di merger karena muridnya tidak memenuhi kuota. Gedung ini tidak terawat lagi, semua pintu rusak, langit-lagit berjatuhan di lantai, dan debu-debu tebal menyelimuti lantai. Saya pun kembali berkata pada simbah, “mbah tempat ini pasti kesukaan jin nongkrong, tempatnya aja mirip untuk seting uka-uka” tapi ndak apa-apalah cuma jin nya paling-paling yang malah takut pada kami, daripada kita bertemu harimau di gunung tentu kita tidak bisa berbuat apa-apa.ha…ha, ,,kami pun tertawa
Dengan menggelar matras dan memakai jaket kulit, sayapun langsung tidur dan terbangun pada saat subuh. Setelah selesai packing kami berangkat lagi menuju puncak Gunung Kelut yang mempunyai jarak 8 km.

MENUNGGU SUNRISE
Sekitar jam setengah 6 pagi, di puncak kami mondar-mandir untuk berfoto. Jurang-jurang bahkan tebing maupun pohon-pohon mati yang masih meninggalkan batang-batang yang menjulang tinggi menjadi pemandangan di pagi itu. Sunrise yang kami cari praktis tidak tampak, karena di timur kami terhalang oleh dinding kawah yang tinggi. Sambil menunggu Pak Tomo sang juru kunci, kami berdua memasak mie, kopi dan sereal untuk sarapan pagi…

PUNCAK GUNUNG KELUT
Gunung Kelut memiliki ketinggian sekitar 1700m dpl. Memiliki kawah yang berdiameter sekitar 800m. kawah Kelut sebelum meningkat aktivitasnya di tahun 2008 lalu, merupakan danau. Sumber air ini selalu mengalir dan mengisi kawah. Sehingga pada jaman Belanda kawah ini di bor dan di buatkan saluran menembus dinding kawah, hal ini bertujuan agar tidak terjadi banjir bandang/air bah. Mengingat daya tampung kawah Gunung Kelut mencapai jutaan kubik. Selain itu air yang mangalir sepanjang tahun ini apabila tidak di buatkan saluran maka akan terakumulasi di kawah, dan sangat berbahaya apabila sewaktu-waktu dinding kawah runtuh.



Semenjak aktivitas gunung ini meningkat, kawah yang semula merupakan danau air, sekarang berubah menjadi kubah lava ( danau telah hilang). Kini keberadaan sumber air di kawah langsung mengalir ke saluran dan tidak ada yang tertampung menjadi danau, karena danau berubah menjadi kubah yang menjulang tinggi. Selain itu semula air danau yang dingin, bersamaan meningkatnya aktivitas vulkanik, air tersebut menjadi panas. sampai sekarang pun airnya tetap panas (sekitar 61 derajat). Waktu kami turun di aliran ini, kami pun tidak mampu untuk mencelupkan tangan kami lebih dari 2 detik.

PEMANDANGAN
Di atas gunung terdapat gardu pengamatan landscape, jika kita menghadap ke barat, jalan aspal akan terlihat berkelok kelok. Di tengah kawah terdapat kubah lava yang di kelilingi dinding kawah yang tinggi. Di sebelah selatan terdapat tebing vertikal yang merupakan batuan beku, tebing ini sangat indah untuk background ketika berfoto.
Untuk memasuki area kawah tadi, pengunjung berjalan kaki dari tempat parker dengan melewati terowongan yang berjarak 200 meter, di tengah terowongan terdapat sebuah bilik yang terisi oleh ratusan kelelawar yang bergerombol.
Di puncak kami menikmati pemandangan tanpa terasa sudah jam 11. Sehingga kami berdua memutuskan pulang setelah 4 hari kami berkeliling di Jawa Timur,,,,,, Ngancar (Kediri)-Blitar-Tulungagung-Trenggalek-Ponorogo-Wonogiri-Sukoharjo-Solo-Kampus UNS,,,,,
ah cape……………….tapi asyiiikk...

3 komentar:

  1. masi aktif ga kubah yang baru itu?

    klo ke kelut pa bisa bawa mobil?

    BalasHapus
  2. Bisa banget, tp semenjak meletus kemaren, saya kurang tahu

    BalasHapus
  3. Bisa banget, tp semenjak meletus kemaren, saya kurang tahu

    BalasHapus